![]() |
Converse vs Vans |
A. Latar Belakang
Jika
melihat dari segi fashion, sepatu merupakan salah satu item fashion yang cukup
krusial. Sebagaus atau semahal apapun outfit yang dikenakan, jika sepatu yang
digunakan tidak cocok maka akan kelihatan tidak pantas. Pada makalah kali ini
akan membahas Marketing intelligence antara dua merk sepatu atau sneakers
yang sangat terkenal dan fenomenal, Vans dan Converse.
Marketing intelligence
adalah sebuah strategi yang dapat dilakukan oleh semua perusahaan untuk
memperoleh informasi. Informasi itu bisa dilakukan dengan pengumpulan data dan
analisis pasar yang sesuai dengan keadaan pasar saat ini. Marketing
intelligence ini merupakan bagian dari sistem informasi marketing. Di mana
informasi yang diperoleh dalam marketing intelligence ini akan diolah
dalam sistem informasi marketing.
Converse dan Vans sama
sama produsen sepatu sneakers yang memiliki segmen anak muda yang aktif.
Keduanya berjualan di segmen yang sama, dengan harga yang tak jauh berbeda, dan
bahkan memiliki model dan bahan yang mirip. Oleh karena itu menarik untuk
melihat kedua brand ini dari segi marketing atau pemasarannya.
B. Pembahasan
VANS
Vans dimulai
oleh 3 orang (Paul Van Doren, James Van Doren, dan Gordon C. Lee) pada tahun
1966, dan sepatu ini awalnya erat dengan vibe para surfers di tahun 60 dan
70-an. Setelah berjuang selama puluhan tahun dan hampir mengalami kebankrutan,
pada tahun 2004 Vans diakusisi oleh VF Corp, sebuah korporasi yang memegang
lebih dari 20 brand fashion terkenal seperti Wrangler, Timberland, dan The
North Face. Pada tahun 2018 Vans memiliki pendapatan sekitar 3 juta dolar
Amerika.
Logo Brand Vans
Produk yang
dibuat oleh Vans tadinya adalah sepatu atau sneakers yang digunakan untuk skateboarding
dan juga pakaian yang berhubungan dengan itu. Hal ini dikarenakan produk dari
Vans memiliki grip yang bagus, memiliki sole yang tebal, jahitan yang kuat,
serta nyaman digunakan. Tak heran Vans menjadi favorit dikalangan para skater.
Kemudian brand ini melakukan diversifikasi portofolia dengan menambahkan
jajaran produk untuk olahraga lain seperti snowboarding dan surfing.
Vans merupakan
brand yang kuat di seluruh dunia karena sering menjadi sponsor utama dalam
berbagai events internasional seperti skateboard, BMX, motocross dan lain
sebagainya. Vans memiliki 15,3 juta pengikut di Instagram dan Facebook page,
dengan lebih dari 3,8 juta likes apda tiap postingannya. Vans sering mengunggah
postingan yang berkaitan dengan events, charities, event olahraga dan lain-lain
untuk meningkatkan brand awareness.
Vans memiliki
toko di lebih dari 170 negara di seluruh dunia dengan lebih dari 370 official
store dan juga bekerja sama dengan berbagai partner penjualan di seluruh dunia.
Toko skateboard dan surfboard merupakan salah dua diantara jaringan penjualan
non resmi yang menyumbang banyak pendapatan.
Promosi dan
strategi yang digunakan brand Vans adalah dengan sering menjadi sponsor event
atau kejuaran olahraga seperti skateboard atau surfing. Bahkan Vans pernah
menjadi title sponsor kejuaran surfing di Amerika Serikat. Target market
Vans sebenarnya adalah upper and upper-middle class, namun karena harga
yang ditawarkan tidak begitu mahal, Vans dipakai oleh berbagai kalangan. Harga
yang tidak terlalu mahal ini merupakan strategi penjualan Vans dalam mencari
keuntungan dengan melakukan volume penjualan yang banyak dengan margin
keuntungan yang tidak begitu banyak. Vans memiliki banyak line-up produk dengan
produk andalan Vans Oldskool.
Vans Old Skool
Checker Board
Kolaborasi
yang dilakukan Vans dengan salah satu legenda skateboarding menjadi kan brand
awareness Vans sangat kuat dan melekat dibenak target marketnya. Vans juga
berkolaborasi dengan band Metalica dan Bulett for My Valentine, brand ini hanya
berkolaborasi dengan artis atau public figure yang dapat merepresentasikan
produk yang mereka jual.
Converse
Converse diciptakan oleh Marquis Mills pada 1917, uniknya adalah sepatu
Converse All Star yang kala itu dicipatakan adalah sepatu basket. Pada 1921
Converse menggaet Chuck Taylors sebagai Brand Ambassador yang merupakan salah
satu ikon olahraga basket di masa itu, sejak itu lah Converse dikaitkan dengan
sejarah basket dengan produk Chuck Taylor All Stars yang modelnya masih ada
sampai sekarang. Pada tahun 2003, Converse bergabung dengan Nike sebagai anak
perusahaan.
Logo Brand Converse
Segemntasi maket
Converse sangat beragam, namun yang menjadi ciri khas brand ini adalah konsep self-expression,
hal ini terlihat dari warna dari produk yang beraneka ragam yang dapat
menyesuaikan ke berbagai jenis pribadi pelanggan di segala usia. Converse saat
ini tidak hanya sepatu yang diganakan untuk keperluan olahraga outdoor namun
juga dapat dipakai di berbagai jenis acara atau kegiatan.
Target pemasaran
Converse adalah pria dan wanita usia 13-19 tahun yang termasuk kategori young
generation serta usia 20-35 yang masuk kategori entry-level professionals. Dapat
dikatakan Converse merupakan salah satu perusahaan yang memiliki tipe consumer
base company. Hal ini karena strategi penjualan yang digunakan brand ini
adalah dengn personal selling dengan konsep setiap pelanggan adalah orang yang
spesial dan dihormati.
Converse
memiliki ratusan outlet resmi di lebih dari 160 negara di seluruh dunia dengan
berbagai partner penjualan. Dari segi Harga, Converse memasarkan produknya
berdasarkan cost produksi ditambah dengan kurang lebih 45% margin keuntungan.
Ini yang membuat harga Converse cukup bersaing dipasaran.
Pendekatan
marketing yang dilakukan Converse adalah dengan personal selling, publlic
relation, sales promotion dan iklan di berbagai media. Converse juga
memiliki fan base di Facebook dan Instagram dengan jutaan pengikut. Serta
memiliki Blog yang berisi artikel kiriman pelanggan.
Artis-artis yang
berkolaborasi dengan Converse diantaranya Pete Davidson, Winnie Harlow, dan
Maisie Wiliams. Cara mereka mengiklankan produk converse di sosial media adalah
dengan trik story telling yang menumbuhkan ikatan emosianal antara pelanggan
dengan produk-produk Converse.
Converse High
Marketing Intelligence Kedua Brand
Dalam hal
maketing intelligence atau pengumpulan informasi dari pelanggan berkaitan
dengan produk, Vans dan Converse memiliki cara yang sedikit agak berbeda. Matketing
Information Systems Vans cenderung
menggunakan wawancara langsung dan mendengarkan aspirasi langsung dari para
pelanggan melalui event-event yang disponsori.
Vans mengambil target market para anak muda yang aktif dengan sub kultur
urban dengan olahraga outdoor seperti skateboard, surf, BMX dan lain-lain. Hal
ini menjadi pendekatan tersendiri di mana Vans adalah brand yang lekat dengan
jenis olahraga dan kultur semacam itu. Termasuk dalam urusan kerja sama atau
kolaborasi, Vans hanya berkolaborasi dengan tokoh atau brand yang memiliki
value yang sama dengan Vans, misalnya brand Supreme.
Sedangkan
Converse, menjalankan strategi multi-generational marketing karena brand ini
sadar setiap generasi dari yang sudah tua sampai generasi muda memiliki
keterkaitan dengan produk Converse. Untuk urusan market intelligence converse
menggunakan campaign di media sosial untuk berkomunikasi dengan pelanggan. Dari
campaign ini brand dapat menggali informasi yang dibutuhkan dari pelanggan
mengenai produk-produk Converse. Converse sendiri merupakan brand yang sangat
mengedepankan ikatan personal antara produk dengan pelanggan
C. Kesimpulan
Vans dan
Converse merupakan brand sepatu atau sneakers yang menjadi market
leading namun dengan cara pendekatan marketing yang berbeda. Vans lebih ke arah
menguatkan brand awareness di kultur sub-urban dengan cara menjadi sponsor
utama di event olahraga outdoor seperti skateboard, BMX, surfing dan lain-lain.
Sedangkan Converse menggunakan strategi personal selling yang mengedepaankan
ikatan antara produk dengan pelanggan. Hal ini terliha dari cara promosi di
sosial meda menggunakan metode story telling untuk menjalin ikatan hubungan
dengan pelanggan.
EmoticonEmoticon